Tidak terasa salah satu dari berbagai landasan utama kebangkitan nasional Indonesia yang juga merupakan akar pemersatu perjuangan pemuda-pemudi yaitu Sumpah Pemuda telah menginjak usia 80 tahun. Hari yang dianggap sakral bagi bangsa Indonesia terasa sudah kehilangan “api” atau semangat nasionalisme-nya. Generasi muda sekarang lebih menggemari life style western atau gaya hidup budaya barat. Pakaian, makanan dan pola hidup kebarat-baratan menjadi kegemaran dan favorit anak-anak muda dalam pergaulannya. Para generasi muda ini semakin tidak memiliki kebanggaan terhadap bangsa sendiri. Merosotnya rasa nasionalisme dikalangan pemuda sangat disayangkan karena pudarnya rasa nasionalisme dapat membahayakan kemakmuran, kesejahteraan dan keselamatan bangsa dan negara.
Rasa kebangsaan atau yang kerap kali disebut juga dengan nasionalisme bisa diartikan sebagai satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris “nation”) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Istilah “nasionalisme” sering diidentikan dengan istilah bangsa (nation), kebangsaan (nationality), dan negara (state). Dalam studi semantik Guido Zernatto (1944), kata nation berasal dari kata Latin nation yang berakar pada kata nascor yang berarti ’saya lahir’.
Sekarang yang menjadi pertanyaan besar adalah mengapa rasa nasionalisme bisa hilang dalam diri generasi muda saat ini????? Selain anak muda yang lebih menggemari hidup ala barat dan berifat konsemerisme tersimpan kekecewaan terhadap pemerintah akan kerja lamban pemerintah dalam menangani persoalan hidup yang sedang menjamur di bangsa ini, misalnya saja pembenahan kembali wilayah yang terserang bencana alam, kasus Lumpur Lapindo yang menyebabkan sebagian Jawa Timur lumpuh total akibat Lumpur panas, rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat ditambah lagi dengan rakyat miskin dan anak yatim piatu yang kurang mendapat perhatian, kasus narkoba, buruknya layanan kesehatan serta minimnya alokasi dana dari pemerintah yang hanya 2,6 persen, pemerintah yang tidak bisa mendongkrak pendidikan di Indonesia walaupun sebenarnya anggaran pendidikan adalah anggaran paling besar dari semua sektor sehingga kualitas pendidikan di Indonesia yang buruk menjadikan Indonesia ururtan ke 112 di dunia, banyaknya kasus yang tidak terselesaikan memperlihatkan lemahnya hukum di Indonesia serta yang paling parah adalah semakin maraknya KKN dikalangan penerima “amanat rakyat”, dan sebagainya yang menyebabkan pemuda kehilangan rasa nasionalismenya. Pudarnya semangat nasionalisme di kalangan generasi muda tentu merupakan hal yang memprihatinkan karena siapa lagi yang akan meneruskan perjuangan bangsa ini jika bukan para generasi muda yang seharusnya memiliki nasionalisme yang kuat dan kebanggan terhadap bangsanya sendiri.
Litbang Kompas melakukan jejak pendapat mengenai “Bangga menjadi orang Indonesia” pada 14-15 Agustus 2007, Responden yang menyatakan bangga jadi orang Indonesia mencapai 65,9%. Jika dibandingkan dengan jumlah jejak pendapat lima tahun lalu maka tahun 2007 mengalami penurunan 27,6%. Penurunan tersebut memberi arti bahwa telah terjadi peningkatan perasaan tidak bangga menjadi orang Indonesia, dimana porsi terbesar penyebabnya adalah maraknya korupsi. Jika beragam kekecewaan atas kerja pemerintah merupakan pemicu utama lunturnya rasa bangga menjadi orang Indonesia, maka kewajiban pemerintah untuk memberikan teladan pada masyarakat secara luas. Ada kata bijak yang perlu diikuti: “Jangan tinggalkan generasi yang buruk setelahmu”, yang berarti bahwa baik buruknya generasi setelah kita adalah tugas besar generasi kita.
Rasa nasionalisme jangan hanya berkobar-kobar ketika Bangsa Indonesia sedang diuji, misalnya ketika banyak TKI Indonesia di Malaysia mendapatkan perilaku buruk di Negeri Sebrang tersebut. Apalagi saat karya bangsa indonesia di klaim miliki Malaysia seperti:
1. Naskah Kuno dari Riau oleh Pemerintah Malaysia
2. Naskah Kuno dari Sumatera Barat oleh Pemerintah Malaysia
3. Naskah Kuno dari Sulawesi Selatan oleh Pemerintah Malaysia
4. Naskah Kuno dari Sulawesi Tenggara oleh Pemerintah Malaysia
5. Rendang dari Sumatera Barat oleh Oknum WN Malaysia
6. Lagu Rasa Sayang Sayange dari Maluku oleh Pemerintah Malaysia
7. Tari Reog Ponorogo dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia
8. Lagu Soleram dari Riau oleh Pemerintah Malaysia
9. Lagu Injit-injit Semut dari Jambi oleh Pemerintah Malaysia
10. Alat Musik Gamelan dari Jawa oleh Pemerintah Malaysia
11. Tari Kuda Lumping dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia
12. Tari Piring dari Sumatera Barat oleh Pemerintah Malaysia
13. Lagu Kakak Tua dari Maluku oleh Pemerintah Malaysia
14. Lagu Anak Kambing Saya dari Nusa Tenggara oleh Pemerintah Malaysia
15. Motif Batik Parang dari Yogyakarta oleh Pemerintah Malaysia
16. Badik Tumbuk Lada oleh Pemerintah Malaysia
17. Musik Indang Sungai Garinggiang dari Sumatera Barat oleh Malaysia
18. Kain Ulos oleh Malaysia
19. Alat Musik Angklung oleh Pemerintah Malaysia
20. Lagu Jali-Jali oleh Pemerintah Malaysia
21. Tari Pendet dari Bali oleh Pemerintah Malaysia
Masyarakat Indonesia merasa harga diri serta martabat bangsanya telah diinjak-injak oleh tetangga sebelah sehingga protes keras dan unjuk rasa masyarakat Indonesia segera terpicu. Sebagian masyarakat bahkan bersumpah dengan cap jempol darah siap membela harga diri bangsa. Namun, bila suasanya aman maka sirnalah kekuatan ini. Masih banyak cara yang bisa menunjukan atau meningkatkan rasa nasionalisme baru-baru ini dengan cara yang lebih positif dan menunjukan ciri khas bangsa Indonesia.
Sebenarnya banyak cara menumbuhkembangkan rasa nasionalisme masyarakat Indonesia di tengah wacana mengenai kekhawatiran akan semakin tajamnya kemerosotan nasionalisme. Nasionalisme dapat dipupuk kembali dalam momentum-momentum yang tepat seperti pada saat peringatan hari sumpah pemuda, hari kemerdekaan, hari pahlawan dan hari besar nasional lainnya, guru maupun dosen yang tulus mengajar dengan baik dan dengan ikhlas menuntun para siswa hingga mampu mengukir prestasi yang gemilang, pelajar yang belajar dengan sungguh-sungguh dengan segenap kemampuannya demi nama baik bangsa dan Negara, cinta serta bangga tanpa malu-malu menggunakan produk-produk dalam negeri demi kemajuan ekonomi Negara. Bukan itu saja nasionalisme juga dapat dibangun melalui karya seni seperti menciptakan lagu-lagu yang berslogan cinta tanah air, melukis, seni peran yang bertajuk semangat juang untuk negara dan karya-karya seni lainnya.
Ada perbedaan yang signifikan antara pahlawan atau pemimpin kita yang terdahulu dengan pemimpin atau pemerintah sekarang. Para pemimpin kita yang terdahulu mampu menumbuhkan spirit nasionalisme serta kecintaan pada bangsa yang tentunya saja mereka ketahui bahwa nasionalisme tidak muncul secara natural tapi harus dengan sentuhan seorang pemimpin yang bersungguh-sungguh ingin memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya sehingga nasionalisme mampu mengakar di seluruh kalangan masyarakat tanpa kecuali. Sedangkan, pemerintah sekarang malah dengan perlahan menutup nasionalisme itu sendiri dengan ketidakpuasan rakyat terhadap kerja pemerintah. Hal ini jelas terlihat bahwa nasionalisme dapat berkembang dengan baik jika dipimpin oleh seorang pemimpin yang memiliki jiwa pengabdian kepada rakyat.
Dengan kata lain, ada 1 ‘PR’ untuk pemerintah yaitu “Mampukah pemerintah membenahi dirinya dan mengembalikan jiwa nasionalisme serta rasa kebanggaan dihati masyarakat???” Hal tersebut akan terealisasi jika pemerintah benar-benar mengabdikan dirinya kepada bangsa tanpa pamrih sehingga tercapailah pemerintah yang bersih dan kehidupan masyarakat yang makmur sejahtera, jika tidak maka membicarakan nasionalisme seperti berbicara di ruang kosong.
2 komentar:
waaah..., mantap nih tulisannya. Menggebu-gebu juga jiwa nasionalisme-nya. Hebat..!!
Diasah terus kemampuan menulisnya ya..?
We...e...e...e.....
Ini baru SRIKANDI INDONESIA...
Lugas, cermat dan Lengkap.
Yap....,
Akankah sesuatu yang telah Pendahulu kita perjuangkan hilang begitu saja.
Ini PR kita,
Atau lebih tepat PEMERINTAH kita, tentunya didukung oleh kita sebagai Anak bangsa.
Bravo Maju terus.
MERDEKA !!!
Posting Komentar